Pantai Suluban
Pantai ini terletak beberapa kilometer
di sebelah utara Uluwatu, bertetanga dengan Pantai selancar Bingin dan
Labuhan Sait. Suluban berasal dari bahasa Bali yang berarti “berjalan
atau lewat di bawah sesuatu”. Diberi nama Pantai Suluban, karena
pengunjung yang ingin ke sana harus melewati goa batu karang sebelum
akhirnya sampai di pantai yang luas, berpasir putih dengan gemuruh
gelombangnya menyenangkan bagi wisatawan peselancar.
Air laut pantai ini sangat jernih dan
gelombangnya cukup tinggi, sehingga merupakan pantai yang paling dikenal
dikalangan peselancar dunia.
Beberapa fasilitas pariwisata seperti Restauran, bar, penyewaan alat-alat surfing serta bengkel perbaikan sudah tersedia.
Patung Satria Katot Kaca
Patung Gatotkaca yang megah ini
dibangun pada tahun 1993 di tengah-tengah simpang tiga di sebelah timur
laut Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Tuban. Diambil dari cerita
Mahabarata, dimana dalam cerita tersebut Gatotkaca dikisahkan sebagai
ksatria yang gagah perkasa dan pemberani, anak dari Bimasena, salah
satu dari ksatria Panca Pandawa. Ia dikenal sebagai ksatria yang ahli
terbang dan bertanggungjawab pada pertahanan udara serta memberi
perlindungan bagi keselamatan kerajaan Pandawa.
Maksud pendirian patung ini adalah
dalam rangka usaha terus memperindah kawasan sekitar Bandar Udara Ngurah
Rai. Patung ini juga dipercaya dapat memberikan perlindungan
spiritual dan keamanan bagi para wisatawan yang datang ke dan
berangkat dari Bali.
Penangkaran Penyu Deluang Sari
Deluang sari adalah sebuah delta kecil
ditumbuhi hutan bakau, berpantai pasir putih, dengan gelombangnya yang
tenang, terletak menghadap dengan pusat rekreasi laut Pelabuhan
Benoa. Karena memiliki sistem ekologi yang utuh, pantainya yang
bersih, hutan bakaunya yang subur, maka tempat ini telah dikembangkan
untuk penangkaran Penyu laut. Di saat air surut kita dapat menyebrang
ke sana dengan berjalan kaki disela-sela pohon bakau dari Tanjung
Benoa, namun di saat air laut pasang, kita harus menyeberang dengan
perahu / jukung dari pelabuhan Benoa selama sekitar 10 menit.
Di samping melihat penangkaran penyu,
wisatawan yang datang kesini juga dapat melihat berbagai jenis ayam
aduan, binatang dan burung-burung liar serta sebuah pura kecil.
Sebagai kawasan wisata, di pulau kecil ini juga sudah tersedia rumah
makan, toko cindera mata serta tempat atraksi pertunjukan satwa.
Pura Peti Tenget
Pura dan Pantai Peti Tenget terletak di
Banjar Batu Belig, Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara. Untuk
menuju lokasi dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor dari Kota
Denpasar ke arah Barat kemudian ke Selatan yang jaraknya kurang lebih
10 km atau dari Kuta ke arah Utara menyusuri jalan raya Seminyak.
Pura Peti Tenget berdiri sekitar abad XV dan Pura tersebut adalah
merupakan sepetak tegalan yang bersemak belukar yang angker (dalam
bahasa bali disebut tenget) karena dihuni oleh Bhuto Ijo yang membawa
mandat dari Pedanda Sakti Wawu Rauh untuk mengamankan peti pecanangan
beliau. Hal kisah pada saat itu Pedanda Sakti sedang berada di
anjungan bukit selatan (Uluwatu sekarang) datang menghadap seorang
masyarakat Kerobokan mohon belas kasihan beliau agar tanah tegalan
tersebut bisa dimanfaatkan masyarakat. Disarankan oleh beliau agar di
tempat tersebut didirikan pelinggih penyungsungan Ida Bhatara Labuhan
Masceti serta dibuatkan pula pegedongan untuk Bhuta Ijo sebagai tempat
mengamankan dan menyelamatkan peti pecanangan Pedanda Wawu
Rawuh.Kemudian mulai saat itu pura tersebut dinamakan Pura Peti
Tenget.Di sebelah Barat dari Pura Peti Tenget membentang pantai berpasir putih serta sering digunakan tamu untuk mandi dan berjemur. Pada sore hari pemandangannya menjadi begitu mempesona untuk menyaksikan matahari terbenam.
Di sekitar lokasi tersedia areal parkir yang cukup luas, tempat penginapan serta tempat makan dan minum yang cukup banyak dan representatif. Pura Pucak Tedung
Terletak di Banjar Kertha Desa Petang
sekitar 37 Km dari Kota Denpasar serta berada pada ketinggian 730,77 m
dari permukaan laut yang dapat ditempuh sekitar 2 jam dengan jalan
santai dari lokasi parkir.
Menurut mitologi menyebutkan bahwa
pada saat Dang Hyang Nirartha melakukan perjalanan dari Pulaki menuju
Bali bagian Timur, disebutkan beliau beristirahat pada puncak sebuah
dataran tinggi di Desa Petang. Pada saat melanjutkan perjalanan tedung
(payung) beliau tertinggal di tempat peristirahatan tersebut, maka
pucak tersebut dinamakan Pucak Tedung.
Tedung yang ditinggalkan tersebut
dilihat oleh masyarakat setempat pada malam harinya bersinar yang
mempunyai kekuatan magis sehingga oleh Raja Mengwi yang berkuasa saat
itu memerintahkan masyarakat setempat untuk membangun pelinggih berupa
meru tumpang tiga sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Dang Hyang
Nirartha.
Kawasan luar Pucak Tedung memiliki
panorama pemandangan yang sangat indah serta bahwa sejuk, dimana dari
tempat tersebut kelihatan pemandangan Bali bagian Timur, Barat serta
Selatan. Tempat ini sangat menarik digunakan untuk mencari inspirasi
dan kedamaian bagi mereka yang senang melakukan semadi.
Pura Sadha
Sebuah Pura yang sangat dikenal dengan
ukirannya yang rinci dan apik. Berlatar belakang Kerajaan Majapahit,
Pura ini dahulu dimaksudkan sebagai tempat berstananya Ratu Jayengrat
yakni seorang Bangsawan yang diceritakan berlayar dari Majapahit
kemudian terdampar kandas di atas sebuah Batu karang di desa Kapal
saat gelombang pasang masuk sampai ke daerah tersebut.
Pura ini hancur karena gempa bumi hebat yang terjadi pada tahun 1917 dan tidak sempat dipugar hingga tahun 1950.
Pura ini hancur karena gempa bumi hebat yang terjadi pada tahun 1917 dan tidak sempat dipugar hingga tahun 1950.
Candi bentar dan tugu yang tingginya
mencapai 16 meter di halaman bagian dalam Pura tersebut dibangun
sesuai arsitektur Jawa,sedangkan candi yang kecil berupa tempat duduk
dari batu berjumlah 64 buah yang merupakan tugu leluhur jaman
megalitikum untuk mengenang para ksatria yang gugur dalam perang.
Pura Taman Ayun
Secara arfiah, Taman Ayun berarti Taman
yang Indah. Pura ini terletak di Desa Mengwi sekitar 18 kilometer
barat laut kota Denpasar dan merupakan salah satu dari pura-pura yang
terindah di Bali. Halaman pura ditata sedemikian indah dan dikelilingi
kolam ikan yang dibangun tahun 1634 oleh Raja.Mengwi saat itu I Gusti
Agung Anom. Dihiasi oleh meru – meru yang menjulang tinggi dan megah
diperuntukkan baik bagi leluhur kerajaan maupun bagi para Dewa yang
bestana di Pura-pura lain di Bali.
Pura Taman Ayun adalah Pura lbu
(Paibon) bagi kerajaan Mengwi. Setiap 210 hari tepatnya setiap “Selasa
Kliwon Medangsia” (Menurut perhitungan tahun Saka) segenap masyarakat
Mengwi merayakan piodalan selama beberapa hari memuja Tuhan dengan
segala manifestasinya.
Kompleks Pura dibagi menjadi 4 halaman
yang berbeda, yang satu lebih tinggi dari yang lainnya. Halaman
Pertama disebut dengan Jaba yang bisa dicapai hanya dengan
melewati satu-satunya jembatan kolam dan Pintu gerbang. Begitu masuk
di sana ada tugu kecil untuk menjaga pintu masuk dan di sebelah
kanannya terdapat bangunan luas (wantilan) dimana sering diadakan sabungan ayam saat ada upacara.
Di halaman ini, juga terdapat tugu air
mancur yang mengarah ke 9 arah mata angin. Sambil menuju ke halaman
berikutnya, di sebelah kanan jalan terdapat sebuah komplek pura kecil
dengan nama Pura Luhuring Purnama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar